Bahasa Jawa Mulai Ditinggalkan
SEMARANG, SABTU--Menjelang peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 14 Februari, tampaknya bahasa Jawa yang merupakan bahasa daerah semakin ditinggalkan masyarakat. Sebagai bahasa ibu, bahasa Jawa secara kualitas masih tetap baik, namun secara kuantitas penggunaan bahasa Jawa mulai berkurang, kata pakar budaya dari Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Trias Yusuf PUT di Semarang, Jumat. Ia mengatakan faktor pendidikan baik di keluarga maupun sekolah serta media menyebabkan penggunaan bahasa Jawa di kalangan masyarakat mulai menurun. Menurut dia, dari tingkat terendah yaitu keluarga, penggunaan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi antara orangtua dengan anak sudah mulai ditinggalkan. Kenyataan itu bisa kita lihat, orangtua lebih banyak mendidik anak mereka berbahasa Indonesia atau mempelajari bahasa asing daripada mengajarkan anak berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, katanya. Padahal, kata dia, keluarga adalah fondasi awal sebagai upaya pelestarian bahasa ibu sebelum masuk ke tahap selanjutnya, yaitu pada tingkat pendidikan formal. Sebab, di sekolah-sekolah sekarang, bahasa Jawa hanya menjadi suatu mata pelajaran yang kedudukannya sama dengan mata pelajaran lain seperti matematika, katanya. Oleh karena itu, menurut dia, anak-anak yang menjadi penerus budaya hanya akan merasa terpaksa mempelajari dan menggunakan bahasa Jawa. Faktor lainnya, kata Trias adalah peran media dalam mempopulerkan bahasa Jawa di kalangan masyarakat sangat kurang. Ia mengatakan sekarang tidak banyak media berbahasa Jawa, padahal media merupakan alat penyebar yang efektif. Popularitas budaya Jawa di media massa tidak terbentuk, kata pengajar bahasa Jawa Kuno dan Sansekerta ini.
Sumber: Kompas.Com http://kompas.com/index.php/read/xml/2009/01/31/ 04550670/bahasa.jawa.mulai.ditinggalkan
Jumat, 26 Februari 2010
MANGAN ORA MANGAN KUMPUL
SETIAP KALI ORANG TUA KITA BILANG " MANGAN ORA MANGAN KUMPUL", KITA AKAN MENERJEMAHKANNYA DENGAN EMOSIONAL DENGAN MENYODORKAN SANGGAHAN MENGAPA TIDAK " KUMPUL ORA KUMPUL SING PENTING MANGAN"?
Kebersamaan itu penting.Saking sangat pentingnya nilai kebersamaan itu,mungkin untuk menggambarkannya orang tua kita lalu menyampaikannya dengan pepatah "Mangan Ora Mangan Kumpul".
Yah,setidaknya itu gambaran yang muncul dibenakku saat memaknai pepatah itu.Setidaknya aku paham betapa nilai - nilai kekeluargaan yang utuh,dimana antara adik dan kakak,ibu dan ayah sampai kapanpun harus utuh.tidak lekang oleh jaman tidak lapuk oleh musim .Meski pergantian generasi dari ayah ke anak turun ke cucu terus buyut kecicit dan seterusnya...
Mengapa kata 'mangan" atau makan yang diambil dalam pepatah ini? Setelah saya pelajari ternyata maknanya sangat dalam.Pengertian "mangan" adalah dalam bahasa Indonesia diterjemahkan 'makan'. Sebuah kata kerja yang menggambarkan aktifitas mengunyah atau memakan apa saja yang bisa dimakan.artinya,makannya orang miskin beda dengan makanya orang kaya.bisa beda harganya beda rasanya beda tempatnya atau mungkin beda gayanya.ada yang makan dengan cuma sambal terasi dengan lalapan daun singkong atau lalapan buah selong (petai cina) hasil memetik di pekarangan belakang rumah,atau juga makan steak sapi impor dengan salad.yang satu makan di lantai rumah dengan gelaran tikar sambil lesehan ,satunya lagi makan dengan gaya eropa di meja makan restoran di hotel berbintang.yang satu makan dengan harga yang sangat murah bahkan mungkin tidak mengeluarkan sesenpun untuk makanan yang dimakan,yang satunya lagi harus membayar ratusan ribu rupiah untuk menu yang dimakannya.sebuah perbedaan jenis,gaya dan harga sebuah obyek makanan untuk sebuah aktifitas "makan" yang dalam terjemahan bahasa jawanya "mangan"....
Wah,...Terus kaitane....
Ya maknanya perbedaan status,kaya miskin,rakyat pejabat,dimata orang tua kita tidak ada, yang ada kalian satu saudara yang harus rukun selamanya ....meski mangan ,ora mangan (nah kalau ini saya terjemahkan bahwa tidak mungkin orang tidak bisa makan,kecuali mulutnya lagi sakit gak bisa ngunyah makanan--, ayam aja yang modal cucuk tok bisa makan---, apalagi manusia mahluk sempurna punya akal punya pikiran punya tenaga punya segalanya--,mahluk sempurna)..... kumpul.
Jangan karena gaya makanya wah (karena orang kaya,pejabat,atasan,penggede) lalu sombong tidak mau ngumpul,rukun,menerima atau menghargai saudaranya yang gaya makanya weh (karena kere,miskin,mlarat jepat,gembel,bawahan) .atau yang kere miskin mlarat jepat minder kumpul,rukun, dengan saudaranya yang kaya.
Jadi,apapun statusnya, saudara tetap saudara harus rukun kumpul (meski terkadang hanya saat lebaran saja) ....mangan ora mangan kumpul...senajan setahun sepisan.Bukan kumpul setiap hari ....namun kumpul dalam pengertian harus rukun ...meski sang adik di Amerika,kakak di jakarta,ayah ibu di desa.Silaturahmi tetap harus dijaga..
Wah..........
Terus bagaimana kalau pepatah itu kita ganti "Kumpul ora kumpul sing penting mangan" ?
Inilah wujud pemikiran orang masa kini,yang cenderung hedonisme,mementingkan diri sendiri,memutuskan tali silaturahmi,dan jauh dari nilai nilai kebersamaan kerukunan dan kemurnian ajaran agama yang kita ikuti.....
Jadilah pengertian pepatah ini menjadi buat apa mikirin orang lain, buat apa mikirin halal haram apa yang kita makan? karena yang penting makan ,maka cara apa saja bisa dilakukan,memeras,menipu, korupsi, ..intinya yang penting dapat makan (dalam kondisi jiwa dipenuhi amarah keserakahan dalam wujud kelaparan) dengan menumpuk kekayaan untuk makan seribu tahun nanti,meski umur manusia paling banter 90 tahun saja).serakah hutan dibabat,laut dicemari,udara dikotori......
We alah......
Parahnya lagi nilai kebersamaan, dan silaturahmi hilang ....ujungnya persaudaraan putus...yang ada berubah menjadi musuh saling serang dan membunuh...
Nah,........
Kebersamaan itu penting.Saking sangat pentingnya nilai kebersamaan itu,mungkin untuk menggambarkannya orang tua kita lalu menyampaikannya dengan pepatah "Mangan Ora Mangan Kumpul".
Yah,setidaknya itu gambaran yang muncul dibenakku saat memaknai pepatah itu.Setidaknya aku paham betapa nilai - nilai kekeluargaan yang utuh,dimana antara adik dan kakak,ibu dan ayah sampai kapanpun harus utuh.tidak lekang oleh jaman tidak lapuk oleh musim .Meski pergantian generasi dari ayah ke anak turun ke cucu terus buyut kecicit dan seterusnya...
Mengapa kata 'mangan" atau makan yang diambil dalam pepatah ini? Setelah saya pelajari ternyata maknanya sangat dalam.Pengertian "mangan" adalah dalam bahasa Indonesia diterjemahkan 'makan'. Sebuah kata kerja yang menggambarkan aktifitas mengunyah atau memakan apa saja yang bisa dimakan.artinya,makannya orang miskin beda dengan makanya orang kaya.bisa beda harganya beda rasanya beda tempatnya atau mungkin beda gayanya.ada yang makan dengan cuma sambal terasi dengan lalapan daun singkong atau lalapan buah selong (petai cina) hasil memetik di pekarangan belakang rumah,atau juga makan steak sapi impor dengan salad.yang satu makan di lantai rumah dengan gelaran tikar sambil lesehan ,satunya lagi makan dengan gaya eropa di meja makan restoran di hotel berbintang.yang satu makan dengan harga yang sangat murah bahkan mungkin tidak mengeluarkan sesenpun untuk makanan yang dimakan,yang satunya lagi harus membayar ratusan ribu rupiah untuk menu yang dimakannya.sebuah perbedaan jenis,gaya dan harga sebuah obyek makanan untuk sebuah aktifitas "makan" yang dalam terjemahan bahasa jawanya "mangan"....
Wah,...Terus kaitane....
Ya maknanya perbedaan status,kaya miskin,rakyat pejabat,dimata orang tua kita tidak ada, yang ada kalian satu saudara yang harus rukun selamanya ....meski mangan ,ora mangan (nah kalau ini saya terjemahkan bahwa tidak mungkin orang tidak bisa makan,kecuali mulutnya lagi sakit gak bisa ngunyah makanan--, ayam aja yang modal cucuk tok bisa makan---, apalagi manusia mahluk sempurna punya akal punya pikiran punya tenaga punya segalanya--,mahluk sempurna)..... kumpul.
Jangan karena gaya makanya wah (karena orang kaya,pejabat,atasan,penggede) lalu sombong tidak mau ngumpul,rukun,menerima atau menghargai saudaranya yang gaya makanya weh (karena kere,miskin,mlarat jepat,gembel,bawahan) .atau yang kere miskin mlarat jepat minder kumpul,rukun, dengan saudaranya yang kaya.
Jadi,apapun statusnya, saudara tetap saudara harus rukun kumpul (meski terkadang hanya saat lebaran saja) ....mangan ora mangan kumpul...senajan setahun sepisan.Bukan kumpul setiap hari ....namun kumpul dalam pengertian harus rukun ...meski sang adik di Amerika,kakak di jakarta,ayah ibu di desa.Silaturahmi tetap harus dijaga..
Wah..........
Terus bagaimana kalau pepatah itu kita ganti "Kumpul ora kumpul sing penting mangan" ?
Inilah wujud pemikiran orang masa kini,yang cenderung hedonisme,mementingkan diri sendiri,memutuskan tali silaturahmi,dan jauh dari nilai nilai kebersamaan kerukunan dan kemurnian ajaran agama yang kita ikuti.....
Jadilah pengertian pepatah ini menjadi buat apa mikirin orang lain, buat apa mikirin halal haram apa yang kita makan? karena yang penting makan ,maka cara apa saja bisa dilakukan,memeras,menipu, korupsi, ..intinya yang penting dapat makan (dalam kondisi jiwa dipenuhi amarah keserakahan dalam wujud kelaparan) dengan menumpuk kekayaan untuk makan seribu tahun nanti,meski umur manusia paling banter 90 tahun saja).serakah hutan dibabat,laut dicemari,udara dikotori......
We alah......
Parahnya lagi nilai kebersamaan, dan silaturahmi hilang ....ujungnya persaudaraan putus...yang ada berubah menjadi musuh saling serang dan membunuh...
Nah,........
BAHASA JAWA VERSI WONG TEGAL
Bahasa Jawa bisa dibilang menjadi bahasa tutur utama Suku Jawa.Namun dalam khasanah Bahasa Jawa, setidaknya ada dua versi bahasa wong jawa ini yang sering kita jumpai .Versi pertama Bahasa Jawa tulen yang sering dipakai masyarakat Jawa di bagian timur dan tengah dari pekalongan ke timur hingga ke perbatasan jawa tengah-jawa timur.Di wilayah ini pemakaian bahasa jawanya terdengar halus dan murni dengan lebih menonjolkan vokal "O" pada kosa kata yang berakhir dengan huruf "A".
Sementara Bahasa Jawa versi Banyumas yang meliputi wilayah Purwokerto dan Cilacap,serta versi Tegalan yang meliputi wilayah pantura Brebes, dan Tegal dan sebagian Pemalang, bahasa Jawa yang dipakai terasa lebih aneh,sebagian orang bahkan mengatakan kasar meski sebagai wong Tegal saya lebih menegaskan sebagai bahasa yang jujur dan lugas dengan alasan tidak munafik dalam pemakaian huruf "A" pada kosa kata yang berakhiran huruf tersebut dengan tetap mengejanya sebagai huruf "A".
Kosa kata 'mangga' (silahkan) akan dieja 'monggo' bagi saudara kita di timur akan tetapi untuk saya dan saudara saya yang berada di Banyumas akan tetap mengucapkan 'mangga' seperti apa yang tertulis.
Terus mana yang benar dan mana yang salah?
gak ada .karena bahasa ibu tidak bisa ditukar dengan bahasa ibu lainnya.keduanya bermakna sama........mangga dan monggo sama sama artinya silahkan....
jadi monggo ataupun mangga saya mah welcome welcome aja .Namun sayangnya bahasa Jawa versi Banyumasan atau Tegalan sering menjadi bahan tertawaan, atau mungkin bahasa sopannya sering mengundang tawa ( untuk tidak mengatakan menghina) bagi sebagian orang,baik orang jawa maupun oerang di luar jawa.
Massa?
Gak percaya,lihat saja ketika WARTEGBOYS ketika menyayikan lagu "Okelah Kalau Begitu.." dengan medoknya......yang khas .terdengar lucu bukan...beda ketika DIDI KEMPOT menyanyikan lagu "Setasiun Solo Balapan"....................
Nah,
Sementara Bahasa Jawa versi Banyumas yang meliputi wilayah Purwokerto dan Cilacap,serta versi Tegalan yang meliputi wilayah pantura Brebes, dan Tegal dan sebagian Pemalang, bahasa Jawa yang dipakai terasa lebih aneh,sebagian orang bahkan mengatakan kasar meski sebagai wong Tegal saya lebih menegaskan sebagai bahasa yang jujur dan lugas dengan alasan tidak munafik dalam pemakaian huruf "A" pada kosa kata yang berakhiran huruf tersebut dengan tetap mengejanya sebagai huruf "A".
Kosa kata 'mangga' (silahkan) akan dieja 'monggo' bagi saudara kita di timur akan tetapi untuk saya dan saudara saya yang berada di Banyumas akan tetap mengucapkan 'mangga' seperti apa yang tertulis.
Terus mana yang benar dan mana yang salah?
gak ada .karena bahasa ibu tidak bisa ditukar dengan bahasa ibu lainnya.keduanya bermakna sama........mangga dan monggo sama sama artinya silahkan....
jadi monggo ataupun mangga saya mah welcome welcome aja .Namun sayangnya bahasa Jawa versi Banyumasan atau Tegalan sering menjadi bahan tertawaan, atau mungkin bahasa sopannya sering mengundang tawa ( untuk tidak mengatakan menghina) bagi sebagian orang,baik orang jawa maupun oerang di luar jawa.
Massa?
Gak percaya,lihat saja ketika WARTEGBOYS ketika menyayikan lagu "Okelah Kalau Begitu.." dengan medoknya......yang khas .terdengar lucu bukan...beda ketika DIDI KEMPOT menyanyikan lagu "Setasiun Solo Balapan"....................
Nah,
Langganan:
Postingan (Atom)